
"Mahar menjadi tanda kesepakatan yang dimanfaatkan para broker untuk menjembatani pemberian rekomendasi ataupun restu," tutur Irjen Pol Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana.
Saat ini, perseteruan di media sosial semakin menggelinding bagai bola salju yang menabrak ke mana-mana.
Oleh sebab itu, kartun dan karikatur dinilai mampu menjadi penyejuk suasana yang nampaknya mulai nggege mongso atau dalam bahasa Indonesia diartikkan ‘memang tidak mudah’.
BACA JUGA: Pipit Rismanto Minta TNI-Polri Profesional dan Netral di Tahun Politik
Karikatur maupun kartun di tahun politik juga bisa menjadi oase untuk berpolitik dengan hati yang adem.
Walaupun ada kritik, namun tetap santun dan santau yang digambarkan secara surealis satir karikatural model guyon maton atau guyon parikeno.
BACA JUGA: Tahun Politik, Duta Genre Kalbar Harus Netral
Kecerdasan sang karikaturis terlihat pada ide teknik dan kritik tegas, namun tetap pada koridor yang humanis dalam penyampaiannya.
"Yang dikritik tidak marah, walau kuping atau wajahnya memerah, namun tetap diikuti senyuman bahkan bisa tertawa lebar. Dampaknya ada penyadaran dan transformasi kebaikan dan kebenaran," terang Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana.
BACA JUGA: Jelang Pemilu 2024, Edi Rusdi Kamtono: Pemuda Harus Pertajam Wawasan Politik
Dia menyampaikan bahwa kartun dan karikatur sama-sama mencerahkan, menghibur dan memberi ruang bagi para seniman berkarya, melampiaskan ide gagasan cerdas dalam bentuk rupa.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News