GenPI.co Kalbar - Kebijakan pembatasan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan mandatori program campuran biodiesel 35 persen (B35) dinilai menguntungkan petani sawit di Kalbar.
Hal tersebut disampaikan oleh Pengamat Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak, Prof. Dr. Eddy Suratman, di Pontianak, Selasa (10/1).
Menurutnya, kebijakan yang ada sudah diperhitungkan oleh pemerintah.
Pembatasan CPO, kata Eddy, sangat baik dan sejalan dengan B35 yang membutuhkan minyak mentah sawit tersebut dalam jumlah cukup besar.
“Kebijakan yang ada bisa menstabilkan harga dan petani tentu diuntungkan," tuturnya.
Dia menyebut, kebijakan yang ada juga sangat didukung Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki).
Hal tersebut semakin meyakinkan bahwa ke depan industri sawit kembali bangkit.
"Harga sawit akan kembali naik. Apalagi dikaitkan dalam produksi sawit di Indonesia termasuk di negara Malaysia,” terang Eddy.
Dia mengatakan, jika negara tetangga produksi turun, Indonesia bisa mengambil pasarnya.
Di Kalbar sendiri, sawit sudah menjadi merek bagi daerah karena sudah menjadi nyawa ekonomi.
Saat ini, kehadiran perkebunan sawit bukan hanya diusahakan perusahaan, tapi petani swadaya.
Hal itulah yang menyebabkan maju dan mundurnya ekonomi tidak terlepas dari peran sawit.
"Untuk itulah kebijakan terkait sawit harus dicermati, jangan sampai mengganggu perekonomian kita. Kalau ada perkembangan pemintaan dunia menurun dan mendorong permintaan harga harus diperhatikan betul,” tandas Eddy Suratman. (ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News