GenPI.co Kalbar - Banyak petani plasma mengeluhkan minimnya jumlah bagi hasil plasma yang diberikan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Hal tersebut diungkapkan oleh anggota Komisi D DPRD Kabupaten Sintang Toni.
"Kami sudah beberapa kali melakukan rapat kerja untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi,” ujarnya.
Dia mencontohkan yang terjadi di Kecamatan Kelam Permai.
Menurutnya, persoalan antara petani plasma dengan pihak perusahaan di sana, sudah terjadi selama 14 tahun.
“Dari awal sebelum take over atau setelah take over, banyak data yang sudah kami prediksi. Salah satunya soal minimnya penghasilan petani,” terang Toni.
Dia juga meminta perusahaan patuh dengan komitmen bahwa koperasi harus dipisah sebab aturannya memang demikian.
"Jadi, ini sudah sesuai dengan rapat bersama. Perusahaan harus komitmen dengan itu," tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Sintang Nekodimus meminta Hartono Plantation Indonesia (HPI Grup) menyampaikan luas kebun ke DPRD Sintang.
Permintaan itu disampaikan Nekodimus saat rapat kerja Komisi D DPRD Sintang yang membahas polemik selisih luas lahan plasma.
Polemik tersebut terjadi antara Koperasi Bina Tani Sejahtera (BTS) dan Koperasi Bina Tani Mandiri (BTM) yang bermitra dengan PT Buana Hijau Abadi (PT BHA 2).
PT BHA dari Hartono Plantation Indonesia (HPI Grup) berada di Kecamatan Ketungau Hilir dan Kecamatan Ketungau Tengah.
Menurut Nekodimus, dalam rapat-rapat terdahulu pihaknya sudah meminta HPI menyampaikan protokol inti dan plasma.
“Tapi sampai hari ini, luas kebun inti dan plasma belum disampaikan ke meja DPRD," ungkap Nekodimus. (ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News