Dokter Rubini, Cendekiawan yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

03 Agustus 2022 18:00

GenPI.co Kalbar - Raden Rubini Natawisastra atau yang dikenal dengan Dokter Rubini merupakan salah satu cendekiawan atau kaum intelektual awal di Kalbar sebelum kemerdekaan RI.

Pria kelahiran di Bandung, 31 Agustus 1906 itu, sosok tidak asing dalam sejarah pergerakan kebangsaan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam tataran lokal di Kalbar.

Menurut buku biografi yang ditulis Muhammad Rikaz Prabowo, dr. Rubini salah satu dari beberapa dokter lulusan School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen (STOVIA ) atau Sekolah Kedokteran Bumiputra.

BACA JUGA:  Apai Janggut, Sang Pahlawan Lingkungan Penerima Equator Prize

Selain itu, dia juga lulusan Nederlands Indische Artsen School (NIAS), seperti dr. Agusjam, dr. Ismail, dr. Achmad Diponegoro, dr. Sunaryo, dr. Rehatta, dan dr. Sudarso.

Sosok-sosok tersebut berkarya lebih dari tugasnya sebagai dokter karena aktif dalam pergerakan kebangsaan melalui Partai Indonesia Raya (Parindra).

BACA JUGA:  Hamzah Haz: Aktivis, Wartawan, dan Wakil Presiden RI

Pada tahun 1939, dr. Rubini dan rekannya itu masuk dalam daftar pengurus Parindra Kalbar.

Selain sebagai pemimpin rakyat, dr. Rubini dikenal juga sebagai tokoh yang pada era itu berusaha meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan terhadap ibu dan anak.

BACA JUGA:  Cornelis, Putra Dayak Kedua Pemimpin Kalbar Setelah Oevaang Oeray

Dia ingin menurunkan angka kematian ibu dan anak saat melahirkan yang kerap terjadi di praktik bidan tradisional (dukun beranak).

Oleh sebab itu, selain membuka praktik kedokteran umum di rumahnya di Landraad Weg (Jalan Jenderal Urip Pontianak), Rubini juga membuka praktik kebidanan dengan ditangani bidan bersertifikat.

Rubini juga dikenal sebagai dokter yang rendah hati dan tanpa pamrih.

Pasien yang tidak mampu, bisa membayar dengan apa pun, seperti hasil bumi, kelapa, dan ayam. Tak jarang juga digratiskan.

Selain itu, sosok dermawan itu sering ditemui dalam misi sebagai dokter keliling.

Dia mengunjungi desa-desa di luar Pontianak dengan kapal atau perahu secara periodik agar bisa menjangkau daerah pedalaman.

Berbagai upaya dilakukan dr. Rubini untuk melawan pendudukan Jepang sekitar Februari 1942.

Rencana aksi yang direncanakan diketahui Jepang karena adanya sejumlah orang yang berkhianat sebagai mata-mata Jepang.

Kegagalan aksi di Banjarmasin juga menyeret sejumlah nama di Pontianak, termasuk dr Rubini dan rekan-rekannya.

Pada Oktober 1943, aksi-aksi penangkapan terhadap para tokoh yang dianggap terlibat atau berbahaya bagi Jepang diciduk dan kemudian banyak yang dieksekusi di Mandor.

Koran Borneo Sinbun, 1 Juli 1944, memberitakan bahwa Jepang telah mengeksekusi orang-orang yang terlibat dalam komplotan perlawanan.

Sebanyak 48 di antaranya dianggap sebagai pemimpin perlawanan, termasuk dr. Rubini dan istrinya, Amalia Rubini.

Kini, nama dr. Rubini sedang diusulkan menjadi pahlawan nasional untuk mengenang jasa dan perjuangannya. (ant)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Shella Angellia Rimang

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co KALBAR