GenPI.co Kalbar - Para petani yang tergabung dalam Front Pejuang Masyarakat Sawit (FPMS) menuntut pemerintah untuk menaikan harga Tanda Buah Segar (TBS) Sawit.
Selain itu, mereka menuntut pemerintah mencabut pungutan pajak ekspor CPO.
Tuntutan tersebut mereka sampaikan dalam aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Kalbar, Jumat (15/7).
Ketua Front Perjuangan Masyarakat Sawit Nusantara Agus Setiadi menuturkan, tingginya pajak ekspor yang ditetapkan pemerintah berdampak terhadap harga TBS.
“Kami berharap pemerintah bisa menurunkan pajak CPO, yang sangat berpengaruh terhadap anjloknya harga TBS,” ujarnya.
Dengan begitu, petani sawit Indonesia bisa kompetitif dengan Malaysia.
Agus menilai, rendahnya harga TBS di Indonesia menjadi hal yang ironis.
Indonesia merupakan salah satu produsen CPO terbesar di dunia, seharusnya mampu menjadi pengontrol harga, bukan dikontrol.
"Kami meminta juga bila ada perusahaan yang nakal ditindak. Jangan hanya masyarakat mengadu masuk telinga kiri, keluar telinga kanan,” ungkap Agus.
Dia menyarankan agar pemerintah bertindak tegas dan memiliki regulasi untuk mengendalikan harga.
“Kan, miris pemerintah tidak berdaya menghadapi perusahaan," terang Agus.
Petani Sawit Asal Desa Sebangki, Kecamatan Sebangki, Kabupaten Landak, Herno juga mengeluhkan hal yang sama.
Penurunan harga TBS sawit membuat ekonomi keluarganya pun ikut menurun.
"Coba hitung saja, biaya panen itu sudah Rp 200 per kilonya. Itu belum dihitung angkutannya lagi sampai ke pabrik dan biaya perawatannya," katanya.
Dia mengungkapkan, sebelum harga TBS ini anjlok, dalam satu kali panen dia bisa menghasilkan Rp 9 juta rupiah dari beberapa hektare kebun miliknya.
Saat ini karena harga TBS berkisar Rp 700-Rp 900 per kilo, dia hanya bisa mendapat hasil Rp 2 juta rupiah.
“Itu pun belum dipotong ongkos panen tadi, sebesar Rp 200 per kilonya,” tandas Herno. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News