Para Pemain Bangga, Meriam Karbit Tak Lekang oleh Waktu

28 April 2022 16:00

GenPI.co Kalbar - Beberapa pria terlihat sibuk di tepian Sungai Kapuas Kelurahan Tambelan Sampit Kecamatan Pontianak Timur.

Ada yang mengambil air, ada yang berada di ujung moncong kayu berdiameter cukup besar sambil menutup lubang yang mengarah ke sungai dengan lembaran kertas koran.

Beberapa yang lainnya memasukkan karbit yang sudah dipecah seukuran kerikil kecil.

BACA JUGA:  Permainan Meriam Karbit Masuk Prioritas Operasi Ketupat Kapuas

Lalu mereka menunggu sejenak. Selang beberapa menit, seorang pria membawa api obor menuju salah satu kayu yang berjejer di tepian sungai, tak jauh di bawah Jembatan Kapuas I.

Pria itu langsung menyulut lubang kecil yang ada di tubuh kayu bulat tersebut dan diikuti bunyi dentuman hingga menarik perhatian pengendara yang melewati jembatan.

BACA JUGA:  Meriam Karbit-Boneka Kuntilanak Akan Memeriahkan Malam Lebaran

Begitulah cara warga memainkan benda yang dikenal dengan nama meriam karbit.

Meriam tersebut terbuat dari kayu mabang atau meranti dengan ukuran diameter antara 50 - 70 cm dan panjang kisaran 5 - 6 meter.

BACA JUGA:  Tak Ada Festival, Permainan Meriam Karbit Tetap Diizinkan

Tak ada sedikit pun rasa takut dalam diri Chandra (33), warga Tambelan Sampit, saat menyulut meriam karbit.

Padahal bunyi yang dihasilkan permainan tradisional yang sudah menjadi tradisi saat bulan Ramadan dan menyambut Idulfitri ini begitu dahsyat.

Baginya, bermain meriam karbit sudah menjadi bagian kehidupan warga sekitar tepian Sungai Kapuas, terutama saat menyambut Lebaran.

Meski tanpa Festival Meriam Karbit yang biasa digelar rutin setiap tahun, namun Setia Tambelan, nama kelompoknya, tetap memainkan permainan yang menjadi bagian dari sejarah berdirinya Kota Pontianak.

"Pada tahun ini kami menyiapkan tujuh meriam karbit untuk dimainkan menyambut Lebaran," katanya saat ditemui di tepian Sungai Kapuas Tambelan Sampit, Rabu (27/4) malam.

Menurut Chandra, untuk menghasilkan sebuah meriam, setidaknya dibutuhkan tiga sampai empat hari hingga siap untuk dimainkan atau dibunyikan.

Agar tidak dikejar waktu, meriam-meriam itu sudah mereka kerjakan jauh hari sebelum bulan puasa.

"Supaya terlihat menarik dan indah, meriam-meriam ini kami hiasi dengan cat berwarna-warni," ungkapnya.

Dentuman meriam yang menggelegar itu dihasilkan dari karbit sebagai bahan bakar.

Karbit yang dipersiapkan pada permainan meriam tahun ini, mencapai 150 - 200 kilogram.

Idealnya, sebuah meriam membutuhkan bahan bakar karbit sebanyak seperempat kilogram karbit untuk menghasilkan bunyi yang besar.

Chandra merupakan salah satu sekian banyak pemain meriam karbit yang masih eksis hingga kini.

Bermain meriam karbit, kata dia, adalah sebuah kebanggaan karena ikut melestarikan tradisi dan budaya yang dimiliki Kota Pontianak.

Apalagi, permainan Meriam Karbit ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Saya yakin permainan meriam karbit ini tak lekang oleh waktu karena sudah menjadi bagian kehidupan warga Pontianak, khususnya yang bermukim di tepian Sungai Kapuas," tutupnya. (rls)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Shella Angellia Rimang

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co KALBAR