GenPI.co Kalbar - Pertunjukan teater tradisional, Mendu dalam lakon Putri Cahaya dikemas dengan nuansa kekinian.
Namun, alur cerita masih tetap seperti pertunjukan teater tradisional yang mengambil cerita masa kerajaan.
"Putri Cahaya kami kemas dengan selera kekinian agar pesan yang dibawa para pemain dapat diterima penonton," ujar sutradara pertunjukan Evi Yulianti, di Taman Budaya Kalbar, Jumat (29/7) malam.
Sebagai informasi, Mendu merupakan lakon teater tradisional yang ada di masyarakat Melayu Kalbar, Riau, dan Kepri.
"Kami para pemain Mendu yang berada di provinsi berbudaya Melayu, pernah bertemu membahas perkembangan Mendu dengan difasilitasi kementerian kebudayaan," ungkap Evi.
Saat ini, sudah banyak sanggar Mendu yang hilang dan tidak aktif, sehingga tidak lagi ada pertunjukan di beberapa daerah.
Di Kalbar sendiri, pertunjukan Mendu sudah lama vakum, sejak sutradara Teater Mendu Pontianak H. Sataruddin Ramli meninggal.
Oleh sebab itu, Evi sebagai sutradara, masih mempertahankan alur cerita masa kerajaan.
Ada pelakon yang berperan sebagai raja, permaisuri, putri, perdana menteri, panglima, datuk bendahara, serta dayang dan hulubalang.
Bahkan, dekorasi pertunjukan serta suasana balairung raja dan para pelakon berkostum baju Melayu.
"Yang membedakannya dengan Mendu yang ada di Natuna adalah di sini para pemain tidak memakai kaca mata hitam,” terang Evi Yulianti.
Para pemain juga tidak menari dengan banyak pada hentakan kaki.
“Kami menyesuaikannya dengan selera kekinian," imbuh Evi.
Putri Cahaya bercerita tentang Kerajaan Bukit Semenanjung yang dipimpin seorang raja dan memiliki seorang putri nan jelita.
Silang sengketa kerajaan muncul karena ketamakan dan haus kekuasaan dari para pejabat kerajaan, akibatnya Sri Baginda Raja terbunuh. (ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News